Pembacaan doa untuk keselamatan Presiden Soeharto
berlangsung pada bulan Mei 1992 di Gedung Graha Purna Yudha, Jakarta dihadiri
sekitar 3000 hadirin. Para peserta mendoakan Presiden Soeharto agar diberi
kekuatan lahir batin untuk meneruskan kepemimpinannya pada masa bakti
selanjutnya. Acara tersebut dihadiri oleh 20 organisasi massa Islam. Doa ini
kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai “Doa Politik”. Pelaksana kegiatan,
Alamsjah Ratuperwiranegara, tidak setuju dengan penamaan tersebut dan
menegaskan bahwa hak setiap orang untuk memanjatkan doa.
seperti dilansir dalam Tempo tujuan dari dibuatnya acara Doa Politik tersebut menurut Menteri Agama waktu itu adalah berawal ketika Presiden Soeharto memberikan keterangan Pers sepulang dari Moskow pada 25 Desember 1991. Presiden Soeharto mengatakan, seolah-olah keadaan negara sudah "Lampu Kuning". Akhirnya diputuskan untuk mengambil sikap, dengan mendukung dan mendesak kepada presiden, jika ada sesuatu yang merusak stabilitas jalannya pembangunan nasional, agar beliau mengambil tindakan tegas terhadap elemen-elemen itu.
seperti dilansir dalam Tempo tujuan dari dibuatnya acara Doa Politik tersebut menurut Menteri Agama waktu itu adalah berawal ketika Presiden Soeharto memberikan keterangan Pers sepulang dari Moskow pada 25 Desember 1991. Presiden Soeharto mengatakan, seolah-olah keadaan negara sudah "Lampu Kuning". Akhirnya diputuskan untuk mengambil sikap, dengan mendukung dan mendesak kepada presiden, jika ada sesuatu yang merusak stabilitas jalannya pembangunan nasional, agar beliau mengambil tindakan tegas terhadap elemen-elemen itu.
Menteri Agama, Alamsjah
Ratuperwiranegara mengundang sejumlah organisasi massa Islam untuk membubuhkan
tanda tangan pada rumusan doa yang telah disusun. Tidak semua organisasi massa
yang diundang membubuhkan tanda tangan, antara lain Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Nahdatul Ulama (NU).
Sebagian Organisasi Massa berpendapat bahwa pembacaan doa dengan isi yang telah
disusun sedemikian rupa itu tidak lain merupakan wujud “kebulatan tekad” dalam
bentuk baru menjelang berlangsungnya sidang umum MPR bulan Maret 1993. Oleh
beberapa kalangan kegiatan tersebut dinilai tidak sehat apalagi di tengah upaya
menciptakan iklim keterbukaan dan demokrasi di Indonesia.
Belum ada tanggapan untuk "Doa Politik untuk Presiden Soeharto"
Post a Comment