Source: tropenmuseum |
Kerajaan
Islam yang paling penting di wilayah pantai utara Jawa pada awal abad ke-16
adalah Demak. Pada masa itu Demak merupakan daerah pelabuhan yang sangat baik,
asal-usul Demak tidak diketahui secara pasti tampaknya Demak didirikan pada
akhir abad ke-15 oleh seorang Cina beragama Islam bernama Cek Ko-Po. Kerajaan
Demak digambarkan sebagai pengganti langsung Majapahit dan Sultan Demak yang
pertama adalah Raden Patah disebutkan sebagai putra Raja Majapahit yang
terakhir dengan putri Cina bernama Tan Go Hwat. Sedangkan Majapahit sendiri
terjadi banyak konflik intern antar keturunan dari Kerajaan Majapahit untuk
merebutkan tahta, bagaimanapun juga pada waktu itu Kerajaan Hindu-Budha sedang
dalam ambang kehancuran.
Raden
Patah digantikan oleh puteranya Trenggana, agaknya Trenggana memerintah dua
kali sekitar tahun 1505-1518 dan 1521-1546, kurun waktu diantara masa tersebut
diisi oleh iparnya Raja Yunus atau Pati Unus dari Jepara, Trenggana mengatur
pengluasan pengaruh Demak kea rah Timur dan Barat, dan selama pemerintahannya
yang kedua Kerajaan Hindu-Budha yang terakhir di Jawa Timur runtuh sekitar
tahun 1527. Usaha-usaha penaklukan Demak menjangkau banyak wilayah pedalaman
Jawa Timur, Tuban ditaklukan sekitar tahun 1527 Tuban merupakan kota pelabuhan
Majapahit. Madiun ditaklukan tahun 1529-1530, pada tahun 1530-an Surabaya dan
Pasuruan berhasil juga ditaklukan. Pada sekitar tahun 1545 Malang berhasil
direbut. Namun Trenggana tampaknya terbunuh dalam sebuah ekspedisi melawan
Panarukan sekitar tahun 1546.
Di Jawa
Barat pengaruh Demak dikaitkan dengan salah seorang anggota walisanga yaitu
Sunan Gunungjati. Di Banten Sunan Gunungjati melakukan kegiatan Syiar di
Cirebon dan Banten, di Banten pesisir ia bertemu dengan Nyi Kawung Anten putri
penguasa Banten dan kemudian menikah dan dikarunia 2 anak yaitu Ratu Winaon dan
Maulana Hasanuddin. Persekutuan antara Cirebon dan Demak membuat cemas Jaya
Dewata atau Prabu Siliwangi sehingga ia memutuskan untuk menjalin kerja sama
dengan Portugis dengan tujuan mengimbangi kekuatan Cirebon dan Demak.
Surawisesa diutus pergi ke Malaka untuk membicarakan maksudnya untuk
bekerjasama dengan Portugis, Surawisesa memberikan penawaran kepada Portugis
untuk memberi kebebasan Portugis dalam perdagangan di pelabuhan Sunda Kelapa
sebaliknya Portugis memberikan bantuan militernya apabila Pasundan diserang,
tahun 1522 kesepakatan itu tercapai. Pada tahun 1522 Maulana Hasanuddin mulai
membangun istana Surosowan di Banten dan Kompleks istana tersebut selesai tahun
1526. Tahun 1527 pelabuhan Sunda Kelapa berhasil direbut pada waktu Portugis
mencoba kembali lagi mereka diusir oleh penguasa yang baru dan Sunda Kelapa
berganti nama menjadi Jayakarta yang berarti jaya dan makmur. Pada tahun 1552
Maulana Hasanuddin dilantik menjadi Sultan Banten oleh Sunan Gunungjati, dan
Gunungjati pindah kembali ke Cirebon.
Pada
tahun 1546 Sultan Trenggana wafat digantikan oleh anaknya Sultan Prawoto.
Kekuasaanya tidak berlangsung lama pada tahun 1549 Sultan Prawoto meninggal
karena dibunuh oleh Arya Penangsang, dan Arya Penangsang menjadi penguasa
Demak. Banyak yang tidak menyukai Arya Penangsang menjadi penguasa, salah
satunya Jaka Tingkir yang merupakan menantu dari Sultan Trenggana dan merupakan
adipati Pajang. Jaka Tingkir mengutus seseorang bernama Kyai Gedhe Pamanahan
untuk membunuh Arya Penangsang. Tugas itu berhasil dilaksanakan oleh Gedhe
Pamanahan dan Jaka Tingkir berjanji akan memberikan bumi Mataram kepadanya,
setelah Arya Penangsang wafat Jaka Tingkir menjadi penguasa Demak dan
memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang sekitar tahun 1550-an dan
berakhirlah era Demak.
Belum ada tanggapan untuk "Sejarah Kerajaan Demak; Kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa"
Post a Comment